PONOROGO - Menjelang keputusan MK terkait sistem Pemilu, Politisi Partai Gerindra yang juga anggota Komisi II DPR RI, Supriyanto menyakini sistem Pemilu tidak berubah. "Kami optimistis sistem Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem sebelumnya. Yakni sistem proporsional terbuka, " ujar Supriyanto saat ditemui di rumahnya di Ponorogo, Jatim, Rabu (14/6/2023).
Perlu diketahui bahwa Komisi II DPR RI salah satunya membidangi Pemilu. "Kami sangat yakin Mahkamah Konstitusi (MK) akan menolak permohonan Uji Materi UU Pemilu 17/2017 Terkait Sistem Pemilu, " jelasnya.
Ramai diberitakan bahwa pemohon uji materi UU Pemilu mengajukan gugatan agar sistem pemilu proporsional terbuka diubah menjadi sistem proporsional tertutup. "Dalihnya sesuai Pasal 22 E UUD 1945 Ayat 3 bahwa Peserta Pemilhan Umum Untuk Memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Partai Politik, " ungkapnya.
Pun, dia yakin MK akan menolak permohonan itu. "Karena sistem pemilu proporsional terbuka ini tidak bertentangan dengan dengan UUD 1945, " imbuh.
Pria kelahiran Desa Bediwetan, Kecamatan Bungkal, Kabupaten Ponorogo ini menyebutkan bahwa dalam Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 diatur bahwa 'Kedaulatan di Tangan Rakyat dan Dilaksanakan Menurut UUD'. "Penentuan sistem pemilu merupakan open legal policy. Kewenangan pembentuk Undang-Undang yaitu pemerintah dan DPR untuk menetapkan sistem pemilu, " tandanya.
Lebih lanjut Kang Pri sapaan akrab Supriyanto membeberkan bahwa UU Pemilu nomor 7/2017 juga telah mengatur bahwa peserta pemilu adalah partai politik. "Karena itu tahapan pemilu harus diawali pendaftaran partai politik peserta pemilu, penetapan partai politik peserta pemilu beserta nomer urutnya, kemudian pendaftaran caleg oleh partai politik. Ini menunjukan bahwa peserta pemilu adalah partai politik, hal ini sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 22 E Ayat 3 UUD 1945, " paparnya.
Legislator dari Dapil Jatim VII ini menegaskan dengan sistem pemilu proporsional terbuka masyarakat bisa memilih mana wakil rakyat yang dikehendaki. "Sesuai dengan pasal 1 ayat 2 UUD 1945, bahwa kedaulatan di tangan rakyat termasuk dalam memilih perwakilan yang dikehendaki. Justru yang sekarang dibutuhkan adalah UU terkait dengan pengaturan hukum acara judicial review di MK. Sehingga MK dalam melakukan judicial review berpedoman pada norma UU, tidak berdasarkan keputusan MK, " terangnya.
Dia pun memberi contoh kongkret yaitu UU Pemilu pada prinsipnya lebih berfungsi pada waktu tertentu (saat pemilu). "Seandainya KPU sudah menetapkan tahapan jadwal pemilu, seharusnya gugatan uji materi UU pemilu tidak dilakukan agar terjadi kepastian hukum terkait penyelenggaraan pemilu, " katanya.
Baca juga:
Anies Bakal Melanjutkan IKN?
|
Pihaknya juga menyampaikan analogi pemilu dengan pertandingan sepakbola. Ibarat pertandingan sepakbola, menurutnya Pemilu 2024 saat ini sudah berjalan setengah babak. "Ini peluit pertandingan sepakbola sudah dimulai, sudah mau masuk paruh waktu, masak pada waktu pertandingan sudah berjalan masih diperdebatkan bola menyentuh tangan boleh apa tidak, " pungkasnya. (Muh Nurcholis)